Rabu, 30 November 2016

Capella Land

            Kriiiinggg!!!

            Bel sudah berbunyi. Para siswa di sekolah segera keluar dari sekolah itu. Gerbang sudah diisi dengan lautan siswa. Kaiya yang berada di antara lautan itu segera keluar dari lautan itu. Dia terpaksa jalan kaki karena ibu dan ayahnya yang sedang sibuk mengurusi adiknya.

            Kaiya bersama teman-temannya, yaitu Kanaya, Meulin, Yurjana, Erina, dan Afriyan, adalah murid kelas IX-1 yang bersekolah di suatu sekolah yang cukup terkenal. Mereka sudah saling kenal dan berteman sejak kelas VII.

            Sesampai di rumahnya, Kaiya teringat ada tugas kelompok dan segera menghubungi mereka. Sambil menunggu mereka datang, dia membuka laptopnya dan asyik melihat konten-konten favoritnya di Internet. Tidak lupa juga dia menekan tombol like dan share ke mini blognya. Dia juga sedang menyelesaikan tugas puisi yang akan dikumpulkan tiga hari ke depan.

            “Permisi?” tanya para tamu. Kaiya yang sedang asyik dengan ‘kegiatannya’ tidak tahu ada tamu yang datang.

            “Permisi, ada Kaiya?” tanya para tamu sekali lagi.

            Akhirnya Kaiya sadar ada tamu yang sedang menunggunya. Dengan segera, dia menuju ke ruang tamu untuk menemui tamu itu. “Oh, Yurjana, Kanaya, Meulin, silakan masuk,” sambutnya.

            Kemudian mereka masuk ke kamarnya, “Afriyan dan Erina belum datang, ya?” tanya Meulin.

            “Mungkin mereka lagi di jalan. Kita tunggu saja,” kata Yurjana.

            Tidak lama kemudian, Afriyan dan Erina datang. Setelah berkumpul bersama-sama, mereka sibuk mencari materi IPA tentang persilangan sifat antara makhluk hidup yang akan dipresentasikan pada empat hari ke depan. Mereka mengerjakan itu dengan selingan candaan.

            Setelah selesai menyunting, mereka mulai membahas keluar dari materi sambil menikmati sirup melon susu yang dibuat oleh Kaiya dan setoples biskuit sandwich coklat. “Bagaimana kalau kita nonton drama Korea? Kebetulan pada jam ini dramanya mulai tayang,” usul Yurjana yang sangat terobsebsi dengan hal-hal yang berhubungan dengan Korea.

            “Boleh juga, Yur! Tapi di channel TV apa?” tanya Meulin.

            “Di channel Kepop lah!” jawab Yurjana. “Oh, ya, Kaiya, ada channel Kepop nggak di TVmu?”

            “Ada kok! Tenang saja!” jawab Kaiya sambil memegang remotenya dan mencari nomor channel TV yang akan ditonton mereka.

* * *

            “Oppa!” panggil seorang gadis kepada seorang lelaki sambil mengisakkan air mata. Suasana malam itu diisi dengan derasnya hujan yang membuat baju gadis itu basah kuyup. Sementara lelaki yang sedang berjalan perlahan dan memegang payung segera berhenti. Lalu, Dia menoleh ke belakang melihat gadis tersebut.

            “Masihkah engkau memaafkan aku?” isak gadis tersebut. Suara musik background mulai diputar.

            “Uh... Aku maafkan padamu,” tegun lelaki itu. Lelaki itu kemudian berjalan ke arah gadis itu dan memeluknya dengan erat, “A... Aku... ingin ka... kamu memaafkanmu ju... juga.”

            Gadis itu tidak bisa berkutik. Mereka saling berpelukan dengan erat dan menangis di dalam pelukan itu.

DUAARR!!!

            Suara nyaring terdengar di angkasa. Mereka terkejut mendengar suara itu dan musik background tiba-tiba berhenti. Namun, suara apakah itu? Kenapa suaranya lain?

            Ternyata suara itu berasal dari lembaran besi yang dibengkokkan dan dimainkan oleh seorang anak muda. “Uhh… Maaf, aku iseng saja agar aku masuk TV. He… he… he...” katanya dengan senyum polos.

            Secara tidak langsung anak itu ajak kelahi.

* * *

“Oh, iya! Aku baru ingat di sana tayangnya dua jam lebih cepat dari sini! Ini behind the scenenya!” ingat Yurjana sambil menepuk dahinya yang sebenarnya tidak ada nyamuk di sana.

            “Apalah, Yur... Yur! Engkau tuh memang, ya!” omel Erina.

            Kaiya menuju ke meja tempat laptopnya berada dan mengambil sesuatu dari tumpukan bukunya yang berisi coretan puisi, matematika, dan hal tidak jelas lainnya.

            “O, ya, aku punya buku ramalan zodiak yang aku buat. Mau nggak?” sahut Kaiya sambil mengangkat buku tulisnya.

            “Tidak, Kai, terima kasih,” tolah Afriyan dengan sopan.

            “Tapi ini isinya ramalan jodoh dan kecocokkannya, loh!”

            “Mm... Boleh lah. Saya hanya dengar saja.”

            “Oke. Siapa yang mau diramal kecocokan jodohnya?”

            Yurjana mengangkat tangannya. “Oke, zodiak kamu apa?” tanya Kaiya.

            “Zodiak aku Aquarius,” jawab Yurjana.

            “Zodiak orang yang kamu suka?”

            “Pisces.”

            “Hm... Kamu suka sama dia tapi dia tidak peka, namun kamu menjadi sahabatnya selamanya.”

            “Ouch...” sahut yang lain dengan spontan.

            “Oke yang lain?” tanya Kaiya.

            “Saya, Kaiya!” tunjuk Meulin.

            “Zodiakmu?”

            “Leo.”

            “Zodiak orang yang kamu suka?”

            “Saggitarius.”

            “Hm... Kalian akan menjadi sahabat selamanya,” jawab Kaiya. “Oke, sudah ya, saya juga manusia. Sebenarnya ini bukan ramalan. Tapi, ini hanya cocok-mencocokkan saja dan ditulis dengan sangat ngawur. He... he... he...”

            “Bah! Kirain seriusan!” sahut Afriyan.

            Sudah tidak terasa sudah jam lima sore. Kue dan minuman yang disajikan telah habis tak bersisa. Mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Kaiya yang menjadi tuan rumah sudah capai membereskan kamarnya.

            Pada malamnya, Kaiya membuka laptopnya dan membuka grup obrolan kelompoknya.

* * *

Kukiis612 (Afriyan)
O ya bagaimana kalau malming kita ke sekolah? Kita bongkar misteri di sekolah kita. Misteri dadakan di dekat kelas IX-8 tuh 19.14

KarpetLand (Yurjana)
Yang mananya? 19.14

Kukiis612 (Afriyan)
Itu yang pohon rambutan tuh 19.14

PohonKaktus (Kanaya)
Oh itu yang ceritanya ada sebuah benda yang ditinggal seorang gadis yang hilang kan? Kata mereka gadis itu murid VII-7 19.15

Kukiis612 (Afriyan)
Ya! Itu dia! 19.15

Pinusss413 (Erina)
Masalahnya guru membolehkan kita nggak? Kita takutnya masuk BP 19.15

Kukiis612 (Afriyan)
Kita bilang saja dulu ke satpam. Ke pak Owo misalnya 19.16

HantuBelau (Kaiya)
Titip jejak. Pak Owo ngelaporin ke kita gak? Takutnya beliau ngelapor ke ibu BP 19.16

Kukiis612 (Afriyan)
Tidaklah, beliau mana lapor ke ibu BP. Beliau bolehin kok. Pernah aku coba sama temanku 19.17

KarpetLand (Yurjana)
Tapi takutnya orang tua tidak kasih izin ke kita 19.20

Kukiis612 (Afriyan)
Kalau begitu kumpul bersama aja di rumahku. Rumahku dekat toko pak Sane 19.20

Pinusss413 (Erina)
Orang tua ko emangnya di mana? 19.20

Kukiis612 (Afriyan)
Orang tuaku lagi di luar kota sampai dua hari ke depan. Aku suntuk di sini 19.21

PohonKaktus (Kanaya)
Oke kami tunggu. Jam berapa? 19.21

Kukiis612 (Afriyan)
Jam 7 malam. Kita ke sekolah naik mobilku 19.21

MandM15 (Meulin)
Oke tapi jangan ngebut ya. Btw selamat malam 19.21

KarpetLand (Yurjana)
Ya night all 19.21

Pinusss413 (Erina)
Belum ngantuk oi 19.22

HantuBelau (Kaiya)
Selamat mengerjakan PR PKN juga 19.22

PohonKaktus (Kanaya)
Jangan ingatin oi 19.22

Semua pengguna telah offline.

* * *

Setelah semua temannya sudah offline atau mengalihkan ke kegiatan lain, Kaiya melanjutkan melihat konten favoritnya lagi seperti yang dia lakikan pada siang hari dan tidak lupa mengerjakan PR PKN yang diberikan oleh Bu guru.

* * *

            Keesokkan harinya, setelah pulang sekolah, Afriyan mengambil laptopnya dan membuka grup obrolannya. Sambil menunggu temannya online, dia membuka situs video online dan memutar video K-pop kesukaannya.

            Ting!

            Afriyan mengalihkan ke tab lain. Rupannya teman-temannya sudah online. Dia mengumumkan tentang rencana mereka menyelidiki misteri di sekolah mereka.

* * *

Kukiis612 (Afriyan)
Hai semuannya! Bawa senter, tas, makanan, minuman, dan handphone, ya! Jangan lupa sampaikan ke yang lain! 12.33

HantuBelau (Kaiya)
Oke! 12.33

PohonKaktus (Kanaya)
Wokeh! 12.33

Semua pengguna telah offline.

* * *

Malam harinya, Kanaya, Meulin, Kaiya, Yurjana, dan Erina telah berkumpul di rumah Afriyan. Mereka berdiskusi tentang misteri di sekolah mereka.

            “O, ya, kenapa kita tidak cari benda yang membuatnya ‘hilang’?” usul Kaiya.

            “Apa kita bisa kembali?” tanya Meulin ragu.

            “Kita lihat saja.” kata Kaiya tetap pada pendiriannya.

            Mereka sepakat akan ke sekolah mencari benda ‘gerbang ke gaib’ itu. Mereka ke sana naik mobil Afriyan. Setelah 15 menit, akhirnya mereka sampai di sekolah. Satpam yang menjaga gerbang sekolah bertanya kepada mereka, “Dek, mau ngapain ke sekolah? Sekolah udah tutup, lho.”

            “Kami mau menyelidiki kelas kami, pak!” jawab Afriyan berbohong.

            “Oh, kalau begitu, silakan saja. Tapi 30 menit aja, ya?” kata satpam mempersilakan.

            “Terima kasih, pak!” ucap mereka senang.

            Kemudian mereka berjalan ke tanjakkan tempat koridor sekolah berada, melewati lapangan, dan sampailah mereka di depan kelas IX-8 di mana pohon rambutan tersebut tumbuh.

            “Katanya ada benda di dekat pohon itu. Tapi di mana, ya?” tanya Erina penasaran.

            “Tenang, aku punya alat pendeteksi, kok! Alat ini hanya bisa mendeteksi logam yang ada di sekitar lingkungan.” jawab Kanaya sambil mengambil metal detectornya dari dalam tasnya dan mengarahkan pendeteksinya ke pohon tersebut.

            Tut! Tut! Tut!

            Alatnya menemukan benda yang dimaksud mereka di dahan paling bawah dari pohon tersebut. Mereka mengarahkan pandangan mereka ke dahan itu. Dahan yang letakknya di atas kepala mereka cukup untuk mengambil benda yang mereka maksud.

            “Yak, dapat!” sahut Yurjana gembira.

            Namun, Yurjana teriak kesakitan, “Semut! Semut! AAA!!!” teriaknya sambil mengibaskan pakaiannya secara mendadak seperti orang gila. Mereka yang lain ketawa sementara dan menolong Yurjana yang sedang diserang semut merah.

            Setelah mereka membersihkan Yurjana dari semut merah, Erina mengomel, “Cepat! Jangan buang-buang waktu! Kapan kita selidiki misterinya?”

            “Hm... coba aku pegang benda ini.” kata Kaiya sembari memegang benda yang memiliki dua puluh sisi dan setiap sisi terdapat angka 15 dan terdapat sebuah tombol di salah satu sisinya. Kaiya langsung menekan tombol tersebut. “WAA!!!” teriaknya karena terhisap.

            Kanaya yang melihat Kaiya langsung memegang tangan Kaiya. “Jangan pergi! Kita belum selidiki misterinya!”

            “Tapi ini permasalahan intinya! Kita harus cari gadis itu! WAA!!!” jawab Kaiya. Yang lain juga membantu Kaiya keluar dari hisapan itu. Namun, semuanya telah terhisap.

* * *

            Mereka mendarat di daratan bunga dandelion yang sudah layu dan membuka mata setelah beberapa menit pingsan akibat masuk ke hisapan itu. Suasana di sana agak horor karena langitnya yang gelap. Mereka panik. “WAA!!! Kita di mana?” panik Kanaya. “Ini pasti ulah Kaiya! Ini pasti dari ilmu kepastian!”

            Tiba-tiba, munculah makhluk mirip peri berukuran sedang, “Halo! Selamat datang di Capella Land! Silakan ke istana untuk permasalahannya!” kata ‘peri’ itu kepada mereka. Mereka tercengang. ‘Peri’ mengerti raut muka mereka, “Oh, kalian ingin keluar dari dunia ini? Aku akan membimbing kalian. Tenang saja!”

            “Tentu. Tapi kenapa suasana di sekitar jadi mengerikan?” tanya Afriyan.

            “Akhir-akhir ini negeri ini diserang oleh arwah jahat. Kami sudah berusaha mengusir mereka, tapi kekuatan kami sia-sia. Mereka kuat sekali. Jadi, kami percayakan kepada kalian untuk mengalahkan mereka. Tolong, ya?” jawab ‘peri’ memohon.

            “Hm... kami bisa membantumu, peri!” kata mereka berenam secara serentak. ‘Peri’ itu senang mendengarnya, “Oke, aku temani kalian ke istana.” ajak ‘peri’.

            Mereka berjalan ke istana melalui hutan, sungai yang sudah mengering, bangunan yang sudah runtuh, dan padang bunga. Sesampainya di istana, mereka diberi kehormatan oleh penjaga istana. ‘Peri’ memanggil pemilik istana dan pemilik istana segera muncul, “He... tamu yang tersesat di dunia ini lagi? Tidak bosan-bosannya aku menyambut kalian, ups!” kata pemilik istana berkancing bulan sabit tersebut sambil menutup mulutnya karena keceplosan. “Maaf, aku keceplosan. He... he... he... Namaku Kamariah Najmeena.”

            “Hai, Kamariah! Kami ingin mencari seseorang!” kata mereka berenam serentak.

            “Maksud kalian yang gadis umur lima belas tahun itu? Sumpeh lo?” tanya Kamariah.

            “Ya! Itu yang kami maksud!”

            “Wokeh! Sebelum kalian menemukan gadis yang kalian maksud, bisakah kalian mengalahkan arwah jahat itu? Kami sudah capek ngusirnya. Mereka kuat super!”

            “Tentu! Kami akan membantu kalian!”

            “Yang benar? Waa! Makasih! Aku akan menambahkan kekuatan kalian untuk melawan mereka,” kata  Kamariah sambil mengucapkan matra. Setelah selesai membaca matra, tubuh mereka bersinar warna-warni, “Matra ini adalah matra pertahanan yang efeknya mengurangi rasa sakit kalian ketika menyerang mereka dan hanya berlaku sampai kalian keluar dari sini. O, ya, aku kasih permata dan peta ini kepada kalian. Permata itu untuk memanggil saya jika ada keperluan. Maaf, hanya ini saja yang kami dapat bantu. Selamat berpetualang! Muah!”

* * *

            Setelah keluar dari istana, mereka memisahkan diri menjadi dua tim untuk mencari gadis yang hilang. Kaiya, Kanaya, dan Meulin ke jalur kanan, dan Erina, Afriyan, dan Yurjana ke jalur kiri.

            Jalur kanan tersebut adalah hutan merah yang sangat gelap ketika semakin dalam memasuki hutan itu. Untungnya, Kaiya, Kanaya, dan Meulin membawa senter. Saat mereka menyalakan senter dan mengarahkan ke depan. Mereka kaget melihat bangkai binatang yang sudah menjadi tulang akibat jebakan di pohon dekat bangkai tersebut dan diperkirakan dagingnya sudah dimakan. Mereka melihat sekeliling. Semua sudah menjadi tulang. Mereka ketakutan. Ketika mereka ketakutan, ada suara yang cukup keras dan memanggil mereka, “Kaiya... Kanaya... Meulin...”

            Mereka langsung melihat ke arah suara tersebut datang. Hilang. Meulin segera berteriak, “Tunjukkan wujud nyatamu!” Kemudian, sosok itu menunjukkan diri yang sebenarnya, belalang raksasa. Mereka siap untuk melawan sosok itu. Kaiya melemparkan tulang yang dekat dengannya kepada sosok itu. Sosok itu menjerit sambil berlari keluar dari hutan, “Tidak, tulang! Tulang! Ahh!”

            Mereka terheran-heran melihat sosok tersebut. “Dasar belalang cupu! Taunya nakuti orang terus!” maki Kaiya. Kanaya dan Meulin berusaha menenangkannya. Mereka melanjutkan perjalanan ke hutan pohon kristal, tempat berkumpulnya tim yang berpisah.

            Sementara itu, jalur kiri adalah padang rumput yang sudah mengering. Erina, Afriyan, dan Yurjana berjalan perlahan karena rumput di sekitar mereka cukup tinggi. Mereka tidak boleh menginjak kayu yang mereka langkahi.

            Krek!

            Yurjana tidak sengaja menginjak kayu. “Ups,” ucapnya. Tiba-tiba, hantu yang menyamar wujud sebagai teman mereka dari jalur kanan muncul di pandangan mereka. Hantu itu saling membunuh satu sama lainnya. Mereka berteriak, “Kanaya, Kaiya, Meulin, jangan!” Namun, akhirnya teman samaran itu terbunuh. Yang melihatnya langsung khawatir dan hampir menangis.

            “Ha... ha... ha! Ternyata kalian mudah ditipu dengan kekuatan menyamarku!” kata hantu itu dengan lantang. Mereka baru menyadari itu hanyalah samaran dan siap menyerang hantu itu. Mereka mengetahui kelemahan hantu itu. Mereka mengambil senter dan menyinari senter ke arah hantu itu. “Aaa! Silau! Mataku!” teriak hantu itu sambil menghilang seperti debu yang diterbangkan. Mereka melanjutkan perjanan mereka kembali.

            Sesampainya di hutan pohon kristal, mereka berjumpa kembali dengan tim mereka yang berpisah, “Apakah kalian baik-baik saja?” tanya Erina khawatir.

            “Tenang saja, kami baik-baik saja, kok!” jawab Kanaya, Kaiya, dan Meulin. Kemudian mereka berdiskusi sambil bercanda, “O, ya, kata Kamariah, musuh terbesar yang kita lawan berada di sana, ya?” tanya Kaiya menunjuk puncak gunung yang penuh dengan bunga edelweis.

            “Iya, aku melihat aura gelap di sana.” jawab Yurjana.

            “Aku perkirakan dari sini ke sana membutuhkan waktu sekitar tujuh setengah hari.” kata Meulin.

            “O, ya, kalian bawa tenda, gak?” tanya Afriyan.

            “Tentu, saya bawa!” jawab Kanaya sambil mengambil bungkusan tenda yang dibawanya. “Sayangnya, aku bawa satu saja.”

            “O, ya, aku bawa juga!” kata Erina mengambil tenda dari tasnya. “Gelar tenda di mana?”

            “Sebaiknya di sini saja!” kata Meulin ”Sekalian camping di sini. Kita harus baik-baikan sama alam.”

            “Tunggu, kok aku dengarnya bebekan?” kata Afriyan sambil cekikikan. Mereka pun tertawa.

            “Aku bilang baik-baikan, lah! Ayo, cari kayu di sekitar sini!” ajak Meulin.

            Akhirnya, mereka mencari kayu di sekitar lokasi itu. Mereka berusaha mencari tahu kelemahan musuh di puncak gunung dengan bantuan Kamariah melalui permata yang ia berikan. Mereka menjalani pertualang mereka dengan senang hati. Setelah bermalam di padang itu, mereka mulai mendaki dan juga mendirikan perkemahan di sana.

* * *

            Tujuh hari berlalu dan akhirnya mereka sampai di puncak gunung. Mereka menghadap musuh besar itu bersama Kamariah. Di samping monster itu terdapat sebuah toples yang disegel dengan matra dan berisi seorang gadis yang mereka cari. “Ha... ha... ha... Aku sengaja menyegel gadis ini karena gagal mengalahkanku! Ha! Gadis cerewet macam apa ini!” kata monster itu dengan angkuhnya.

            “Hei! Kau jangan ngomong begitu! Jaga mulutmu itu!” marah gadis dalam toples itu.

            “Iya! Sebaiknya jangan buat rusuh negeri kami!” marah Kamariah juga.

            “Apa masalahnya? Toh, negeri kalian itu lemah sekali! Hei kalian! Kalian pasti ke sini cuma menyelamatkan gadis ini, kan?” kata monster itu meremehkan mereka.

            Mereka mulai marah dan menyerang monster itu secara brutal. Namun, monster itu kebal terhadap serangan mereka. Kemudian monster itu menyerang mereka dengan matra. Mereka kesakitan dan terluka.

            Sambil menyerang monster tersebut, Kaiya heran kanapa monster itu tidak mendekatkan dirinya dengan teman-temannya. Dia nekat mendekati dan mencoba menyentuh monster itu. Monster itu heran kenapa dia nekat mendekatinya. Kaiya menyentuh monster itu. Tiba-tiba, monster itu menggigil kedinginan dan mulai menjauhi mereka, “Uaa! Kulit manusia! Aaa!” Monster itu berlari mabuk dan jatuhlah monster itu ke dalam jurang. Pengikutnya pun mengikuti monster itu. Mereka terheran-heran.

            Tiba-tiba, suasana menjadi tenang. Langit menjadi biru, bunga bermekaran bahagia, hutan merah menjadi hutan coklat, dan sungai terisi dengan air kembali. Mereka turun dari gunung dan mencium harumnya bunga melati di sekitar pegunungan.

            Kamariah melepaskan matra segel toples itu. Gadis itu keluar dengan senang. Gadis itu kagum dengan mereka, “Waa! Aku salut dengan kalian! Aku tidak kepikiran dengan kelemahan monster itu. He... he... he... Kalian ingin mendengar ceritaku?” tawar gadis itu.

            “Tentu! Kita senang mendengar cerita kamu!” kata mereka dengan senang hati.

            “Sebenarnya, saya murid VII-7 yang terperangkap dalam negeri ini selama dua tahun. Kalian tahu kan benda yang kalian temukan di pohon rambutan itu? Aku menemukan benda itu dari sebuah lubang dekat lemari kelasku. Aku coba deh dekat pohon rambutan itu karena kebetulan lagi musimnya. Aku panen buah itu untuk persiapan kalau terjadi apa-apa. Aku pencet tombol pada benda itu dan aku di sini.” cerita gadis itu panjang lebar.

            “O, ya! Kalian yakin mau keluar dari sini? Tolong ingat kami, ya?” tawar Kamariah. Mereka mengangguk, “Oke, selamat tinggal! Dadah!”

* * *

            Sesampainya di dunia nyata, mereka bengong melihat satpam yang sedang memandang mereka, “Kalian ngapain di sini? Dan ngapain ada gadis yang hilang dua belas hari yang lalu itu?” marah satpam.

            “O, ya, pak. Sekarang tanggal berapa?” tanya mereka linglung.

            “Sekarang masih malam Minggu, jam sepuluh! Bapak dengar jeritan kalian dan ke sana, bapak nunggu, eh, tibanya kalian di sini rupanya! Cepat, pulang ke rumah sana!”

            Mereka tidak menyadari bahwa tujuh setengah hari di sana sama dengan tiga jam di dunia nyata. Tanpa berkata-kata, mereka kabur bersama gadis yang mereka temukan dan benda itu dan siap-siap dimarahi orang tua mereka karena pulang agak larut malam.


Halo! Saya kembali dengan agak lemas karena sebentar lagi UAS ditambah dengan tugas yang ada (buh) (Saat cerpen ini dipublikasikan). Sebenarnya, ini cerpen yang saya buat untuk tugas Bahasa Indonesia. Saat saya menulis cerpen ini, saya terkadang tersedat ide apa jalan cerita selanjutnya. Ya, itu mungkin faktor penghambat menulis sesuatu.

Oh, mau "buku" yang Kaiya tulis? Jangan sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar

Jika anda puas, anda dapat mengomentari postingan ini bila perlu. Jangan nge-spam maupun promosi di blog ini.

 
Hantu Belau Blogger Template by Ipietoon Blogger Template